Mengerang Lirih

Bangun tidur kuterus mandi
“Waktu ku mandi sambil nyanyi-nyanyi
Lagu gak karuan malah kayaknya kampungan
Lagi asyik mandi ada yang memanggil, aku lempeng aja malah nyanyi makin kenceng
………………………………………………………………………”

(Lirik lagu-nya Jamrud)


Yang bener sih lagi mandi denger suara gemuruh dari genteng pertanda hujan lebat mulai turun. Syukurlah hujan tak begitu lama. Pas saat ku mau berangkat kerja dengan RedYupiter yang gak kece sama sekali-----tapi aku sangat menyayanginya, dialah sobatku yang selalu setia kemanapun kuajak jalan-----. Hujanpun seketika reda.

Kini aku berangkat kerja tanpa harus ditemani guyuran air hujan. Karena hujan dah reda, jaket hujan yang tadinya sudah kusiapkan, tidak jadi kupakai, toh hujan juga sudah berhenti. Kupancal si RedYupiterku, dan meraunglah suara knalpotnya. Kucongkel giginya dan kujewer telinganya. Maka larilah si RedYupiterku karena kesakitan. Saat RedYupiter mengerang kulepas jeweranku, maka erangannya mulai melirih. Saat erangannya melirih, kucongkel lagi giginya dan kujewer lagi kupingnya lebih keras lagi, jauh lebih keras dari sebelumnya-----pake gayanya Romy Rafael----- Inilah cara kami saling berkomunikasi. Terkadang saat Si RedYupiter berlari mendekati kecepatan berbahaya, dengan terpaksa aku harus menjambak rambutnya yang Cuma sehelai itu agar menurunkan kecepatannya.

Komunikasi seperi ini berlangsung sepanjang jalan hingga mendekati tempat kerjaku, lega rasanya aku tidak kehujanan dijalan. Tapi perasaan lega ini tidak berlangsung lama, hanya dalam waktu beberapa detik sebuah motor dengan tampang jauh dari futuristic mampu mengubah suasana hatiku menjadi hitam kelabu. Kakinya yang hitam mengorek hamparan lumpur hasil pertemuan antara debu dan air hujan, karena ekornya yang sudah terpotong, akibat ulah sang pawang, atau mungkin karena habis termakan usia, hasil korekan si ceker tadi melayang dengan bebas kearah tubuhku. Bajuku yang berwarna putih bersih, kini dihiasi titik-titik hitam dengan corak alami. Kesel, kenapa tadi gak pake jacket, menyesal karena tadi aku harus menuruti ajakan temennya setan alias buru-buru, hingga jaketpun tak sempat terlintas dalam pikiranku.

Kini aku hanya bisa menyaksikan bahwa diriku benar-benar kacau saat ini. Mau pulang tuk ganti baju, rasanya gak mungkin, karena jarak kerumah cukup jauh, dan inipun aku sudah hampir terlambat. Mau marah-marah, aku harus marah kesiapa, semua ini salahku. Dan kupikir jika aku marah-marah juga hanya akan menghabiskan energiku, dan bahkan berakibat lebih fatal karena aku jadi tidak konsentrasi sama kerjaanku, belum lagi teman-temanku, yang tentunya tidak akan suka menjadi tempat melampiaskan kemarahanku. Akhirnya aku harus menerima semua ini dengan lapang dada. Dan aku bisa bekerja sebagaimana biasanya. Bayangan buruk mengenai komentar teman2ku ternyata hanya sebuah mimpi buruk. Kenyataan tak seburuk yang kuduga.